Zakat Fitrah Ramadlan 1441 H. / Mei 2020 M.

Diantara lima rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam, dua diantaranya khusus dilaksanakan pada bulan Ramadhan adalah kewajiban melaksanakan ibadah puasa dan membayar zakat fitrah. Pelaksanaan rukun Islam yang dua ini selalu menunggu keputusan pemerintah. Untuk memulai dan mengakhiri puasa diputuskan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Agama dalam suatu forum itsbat awal ramadlan dan awal syawal. Sedangkan mengenai besaran zakat fitrah yang wajib diabayarkan perjiwa ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota masing-masing melalaui forum musyawarah kementerian Agama MUI / MPU serta instansi terkait lainnya di kabupaten / kota tersebut sehingga besaran zakat fitrah disesuaikan dengan harga beras (makanan pokok) di daerah yang bersangkutan.
Khusus untuk Kota Banda Aceh dalam penetuan besaran zakat fitrah perjiwa, ada sedikit berbeda antara keputusan tahun 1440 H. / 2019 M. dengan keputusan tahun ini, sebagai berikut:
Pertama, bahwa tahun lalu untuk menentukan besaran zakat fitrah berpedomanan pada kualitas beras (makanan pokok) yang dikonsumsi masyarakat Kota Banda Aceh sehingga menghasilkan besaran dalam rupiah antara Rp. 36.000,00 hingga Rp. 51.500,00 per jiwa. Sedangkan penetuan zakat fitrah tahun ini Ramadhan 1441 H. / Mei 2020 M. hanya menentukan bahwa kalau zakat fitrah dikeluarkan dalam bentuk beras sekitar 2,8 kg untuk setiap jiwa. Sedangkan kalau dalam bentuk harga (uang) tidak berpedoman kepada harga beras tetapi berpedoman kepada harga sejumlah 3,8 kg kurma, kismis, dan gandum dengan berbagai kualitasnya dengan berpedoman pada mazhab Hanafi sehingga menghasilkan besaran dalam rupiah antara Rp. 38.000,00 hingga Rp. 1.140.000,00.
Kedua, bahwa tahun lalu dalam menentukan konversi zakat dari makanan pokok (dalam hal ini beras) dengan uang juga berpedoman pada mazhab yang sama yaitu mazhab Hanafi.
Apa logika hukum atau kaedah syar’iyah yang dipakai dalam merumuskan keputusan pemko Banda Aceh dalam hal ini kementerian agama kota banda aceh dan instansi terkait yang tergabung dalam majelis istimbath sehingga menghasilkan keputusan yang agak berbeda pertimbangannya dengan tahun yang lalu belum kita ketahui, boleh jadi ini sebagai suatu koreksi terhadap keputusan tahun sebelumnya agar lebih sesuai pemahamannya dengan jalan pemikiran mazhab hanafiah yang membolehkan konversi zakat fitrah dengan uang, terhadap jenis makanan pokok yang telah dicatatat di dalam kitab-kitab fiqih hanafiyah hanya kurma, kismis dan gandum, sedangkan beras (al aruzzah) belum terdaftar dalam kitab fiqih tersebut yang menjadi referensi majelis istimbath zakat fitrah pemko Banda Aceh tahun ini. Wallahu A’lam bisshawab.
Bagi masyarakat dan para amil zakat di kota Banda Aceh tentu tidak perlu pusing-pusing memikirkannya, percayakan saja kepada ahlinya dalam hal ini mereka yang telah melakukan tugas sesuai kewenangan dan kedudukannya yang telah dipercayakan oleh pemerintah, dan keputusan ini harus dijadikan pedoman dalam pengumpulan zakat fitrah tahun ini, bukan untuk diperdebatkan atau diperselisihkan, karena sesusai asas hukum syara’ bahwa keputusan pemimpin dalam suatu masalah harus dipegang teguh supaya tidak terjadi perpecahan. Mereka yang karena kewenangan dan kedudukannya dalam negara / pemerintahan telah mengambil keputusan dalam suatu masalah, dijanjikan dalam hadits Rasulullah SAW akan mendapat dua pahala apabila ijtihadnya benar dan justeru mendapat juga satu pahala walaupun ijtihadnya salah, selama tidak memutus dengan kebodohonnya atau sengaja menyimpang dari kebenaran.

Loading